POTENSI MANUSIA
By : Syaifurrohman
1. Ayat-ayat
yang Berkaitan
a.
Surat Al-Hajj 46
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي
اْلأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَآ أَوْ ءَاذَانٌ يَسْمَعُونَ
بِهَا فَإِنَّهَا لاَتَعْمَى اْلأَبْصَارُ وَلَكِن تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي
الصُّدُور.ِ
Artinya: “maka
apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang
dengan itu mereka dapat memahami atau mepunyai telinga yang dengan itu merek
dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tapi yang buta
ialah hati yang ada di dalam dada.”
b. Suarat al-Mu’minun
78
وَهُوَ الَّذِي أَنشَأَ لَكُمُ السَّمْعَ وَاْلأَبْصَارَ وَاْلأَفْئِدَةَ
قَلِيلاً مَّاتَشْكُرُونَ.
Artinya: “Dan dialah yang menciptakan bagi kamu
sekalian pendengaran, penglihatan dan hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur”.
c.
Suraat
al-Isra’ 36
وَلاَتَقْفُ
مَالَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ
أُوْلاَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً
Artinya: “dan janganlah kamu mengikuti apa yang tidak
kamu mempunyai pengetahuan tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan
dan hati, semua itu akan dimintai
pertanggungjawabannya”.
d. Suarat as-Sajdah 9
ثُمَّ
سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِن رُّوحِهِ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَاْلأَبْصَارَ
وَاْلأَفْئِدَةَ قَلِيلاً مَّا تَشْكُرُونَ
Artinya: “ Kemudian dia menyempurnakan dan meniupkan
ke dalam (tubuh)-nya roh (ciptaan)nya, dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati; (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur.”
e. Surat Ali ‘Imran 191
الَّذِينَ
يَذْكُرُونَ اللهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي
خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ رَبَّنَا مَاخَلَقْتَ هَذَا بَاطِلاً
سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Artinya:
“ yaitu orang-oran yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan terbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ”ya tuhan kami tiadalah
engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci engkau, maka peliharalah kami
dari siksa api neraka”.
f. Surat al-Mulk 23
قُلْ
هُوَ الَّذِي أَنشَأَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَاْلأَبْصَارَ
وَاْلأَفْئِدَةَ قَلِيلاً مَّاتَشْكُرُونَ
Artinya: “Katakanla, Dialah yang menciptakankamu dan
menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati (tetapi) sedikit sekali
kamu bersyukur.”
g. Surat
an-Nahl 78
وَاللهُ
أَخْرَجَكُم مِّن بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لاَتَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ
السَّمْعَ وَاْلأَبْصَارَ وَاْلأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: “dan Allah mengeluarkan kamu dari perut
ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun dan dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur.”
h. Surat al-A’raf 185
أَوَلَمْ
يَنْظُرُوا فِي مَلَكُوتِ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ....
Artinya: “ dan apakah mereka tidak memperhatikan
kerajaan langit dan bumi.....
i.
Surat
al-Baqarah 170
وَإِذَا
قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَآأَنزَلَ اللهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَآأَلْفَيْنَا
عَلَيْهِ ءَابَآءَنَآ أَوَلَوْكَانَ ءَابَآؤُهُمْ لاَ يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلاَ
يَهْتَدُونَ.
Artinya: “ Dan apabila dikatakan kepad mereka “
ikutilah apa yang telah diturunkan Allah”, mereka menjawab “tidak, tetapi kami
telah mengikuti apa yang telah kami dapati
dari perbuatan nenek moyang kami, apakah mereka akan merngetaui juga
walaupun nenek moyan gmereka itu tidak mengetahui suatu apapun dan tidak mendapat petunjuk?.”
j.
Surat
al-Baqarah 75
أَفَتَطْمَعُونَ أَن يُؤْمِنُوا لَكُمْ
وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلاَمَ اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ
مِن بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ.
Artinya: “Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan
percaya kepadamu padahal segolongan dari
mereka mendengar firman Allah, lalu
mereka mengubahnya setelah memahaminya, sedang mereka mengetahui.
k. Surat
az-Zumar 42
.....إِنَّ فِي ذَلِكَ لأَيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُون. َ
Artinya: “ ...Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir”
l.
Surat
an-Nahl 69
. ... إِنَّ فِي
ذَلِكَ لأَيَةً لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: “ ...Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir”
m. Surat
an-Nahl 65
وَاللهُ
أَنزَلَ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَأَحْيَابِهِ اْلأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا إِنَّ
فِي ذَلِكَ لأَيَةً لِّقَوْمٍ يَسْمَعُونَ
Artinya: “dan Allah menurunkan dari langit air (hujan), dan dengan air itu di hidupkannya bumi setelah matinya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi
kaum yang mendengarkan (pelajaran).”
2.
Pengertian
potensi manusia
Potensi adalah kekuatan,
kesanggupan, kemampuan kekuasaan, pengaruh, daya , kefungsian.[1]
Jadi, potensi manusia adalah adalah kekuatan, kesanggupan, kemampuan kekuasaan,
pengaruh, daya , kefungsian yang dimiliki manusia yang merupakan anugerah yang
diberiakn oleh Allah SWT untuk
diimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Di
dalam al-Qur’an Allah telah menyebutkan bahwa manusia itu memiliki potensi yang
bermacam-macam. Potensi-potensi tersebut
antara lain:
1.
Berfikir (az-Zumar
42 danan-Nahl
69),
2.
Mengingat(Surat Ali ‘Imran 191),
3.
Memahami,( Surat al-Baqarah 75)
4.
Melihat
(memperhatikan) (Surat
al-A’raf 185)
5.
Mendengar (Surat
an-Nahl 65)
Fithrah
Dari segi bahasa, kata fithrah terambil dari akar kata al-fathr yang berarti belahan, dan dari makna ini lahir makna-makna lain antara lain "penciptaan" atau "kejadian".[2]
Konon sahabat Nabi, Ibnu Abbas tidak tahu persis makna kata fathir pada ayat ayat yang berbicara tentang penciptaan langit dan bumi sampai ia mendengar pertengkaran tentan kepemilikan satu sumur. Salah seorang berkata, "Ana fathartuhu". Ibnu Abbas memahami kalimat ini dalam arti, "Saya yang membuatnya pertama kali." Dan dari situ Ibnu Abbas memahami bahwa kata ini digunakan untuk penciptaan atau kejadian sejak awal.
Fithrah manusia adalah kejadiannya sejak semula atau bawaan sejak lahirnya.
Dalam Al-Quran kata ini dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 28 kali, empat belas diantaranya dalam konteks uraian tentang bumi dan atau langit. Sisanya dalam konteks penciptaan manusia baik dari sisi pengakuan bahwa penciptanya adalah Allah, maupun dari segi uraian tentang fitrah manusia. Yang terakhir ini ditemukan sekali yaitu pada surat Al-Rum ayat 30:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَتَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَيَعْلَمُونَ
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama, (pilihan) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atas fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.”
Merujuk kepada fitrah yang dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia sejak asal kejadiannya, membawa potensi beragama yang lurus, dan dipahami oleh para ulama sebagai tauhid.
Selanjutnya dipahami juga, bahwa fitrah adalah bagian dan khalq (penciptaan) Allah.
Kalau kita memahami kata “la” pada ayat tersebut dalam arti "tidak", maka ini berarti bahwa seseorang tidak dapat menghindar dari fitrah itu. Dalam konteks ayat ini, ia berarti bahwa fitrah keagamaan akan melekat pada diri manusia untuk selama lamanya, walaupun boleh jadi tidak diakui atau diabaikannya.
Tetapi apakah fitrah manusia hanya terbatas pada fitrah keagamaan? Jelas tidak. Bukan saja karena redaksi ayat ini tidak dalam bentuk pembatasan tetapi juga karena masih ada ayat-ayat lain yang membicarakan tentang penciptann potensi manusia --walaupun tidak menggunakan kata fitrah, seperti misalnya:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَاْلأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَئَابِ.
Artinya: “Telah dihiaskan kepada manusia kecenderungan hati kepada perempuan (atau lelaki), anak lelaki (dari perempuan), serta harta yang banyak berupa emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah lading”. (Ali 'Imran 14).
Karena itu Muhammad bin Asyur dalam tafsirnya tentang surat Al-Rum 30, yang menyatakan bahwa: Fitrah adalah bentuk dan sistem yang diwujudkan Allah pada setiap makhluk. Fitrah yanberkaitan dengan manusia adalah apa yang diciptakan Allah pada manusia yang berkaitan dengan jasmani, akalnya dan ruhnya.[3]
Manusia berjalan dengan kakinya adalah fitrah jasadiahnya, sementara menarik kesimpulan melalui premis-premis adala fitrah akliahnya. Senang menerima nikmat dan sedih bila ditimpa musibah juga adalah fitrahnya.
3.
Beberapa
Potensi Manusia
1. Akal
Kata Akal yang sudah menjadi kata Indonesia , berasal dari kata arab, al- aqlu yang dalam bentuk kata benda. Al-Qur’an sebagaimana yang telah dikatakan oleh Harun Nasution, kata al-aqlu hanya membawa bentuk kata kerjanya saja yaitu Aqoluh dalam 1 ayat, ta’qilun 24 ayat, na’qil 1 ayat, ya’qiluha 1 ayat, ya’qilun 22 ayat. Kata itu datang dalam arti pahan dam mengerti.[4] Sebagai contoh dapat dijumpai dalam al-Baqarah 75 dan 242, al-Hajj 46, al-mulk 10, dan al-Ankabut 53.
Selain itu dalam al-Qur’an kata akal sering diidentikkan dengan kata lub jamaknya al-albab. Sehingga kata ulul albab dapat diartikan sebagai orang-orang yang berakal. Hal ini dapat dijumpai dalam ayat yang berbunyi:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لأَيَاتٍ لأُوْلِي اْلأَلْبَابِ
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ
Artinya:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal. yaitu orang-oran yang mengingat Allah sambil berdiri
atau duduk atau dalam keadaan terbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi
Dalam
ayat di atas terlahat bahwa orang yang berakal adalah orang yang melakukan 2
hal yaitu: tazdakkur yakni mengingat
Allah dan tafakkur yakni meikirkan
Allah. Sedangkan Imam Abi Alfida
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ulul albab adalah orang yang
akalnya sempurna dan bersih yang
dengannya dapat ditemukan berbagai
keistimewaan dan keagungan mengenai sesuatu, tidak seperti orang yang
buta dan gagu yang tidak dapat berfikir.[5]
Dari penjelasan ayat tersebut dapat di jumpai fungsi akal secara lebih luas
lagi. Obyek-obyek yang difikirkan akal
dalam ayat tersebut adalah:
1) Al-kholq yang
berarti batasan dan ketentuan yang menunjukkkan adanya keteraturan dan
ketelitian.
2) As-Samawaat yaitu
segala sesuatu yang ada di atas kita dan terlahat dengan mata kepala.
3) Al-Ardl, yaitu
tempat dimana kehidupan itu berlangsung di atasnya.
4) Ikhtilaf al-lail
wa an-nahar, yaitu pergantian siang dan malam
secara beraturan.
Semua
itu menjadi obyek atau sasaran dimana
akal memikirkan dan mengingatnya.
Dalam lisan Arab, al-aql berarti al hijr(yang menahan atau yang mengakang hawa nafsu), al aql
juga mengandung arti kebijaksanaan,
selanjutnya al-aql juga
mengandung arti kalbu (al-qolb).[7]
Beberapa pengertian akal diatas diakibatkan adanya pengaruh dari pemikiran
filsafat Yunani yang banyak menggunakan akal fikiran. Seluruh pengertian akal
itu sendiri menunjukkan adanya potensi yang dimilikia oleh akal itu sendiri
yaitu selain berfungsi sebagai alat untuk
mengingat, memahami, mengerti juga menahan, mengikat dan mengandalkan hawa
nafsu.
2. Nafs
Kata “Nafs” dalam Al-Quran mempunyai aneka makna,[8] sekali diartikan sebagai totalitas manusia, seperti antara lain maksud surat Al-Maidah ayat 32, ada kalanya ia menunjuk kepada apa yang terdapat dalam diri manusia yang menghasilkan tingkah laku seperti maksud kandungan firman Allah pada surat ar-ra’du ayat 11:
إِنَّ اللهَ لاَيُغَيِّرُ مَابِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَابِأَنفُسِهِمْ
artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan satu masyarakat, sehingga mereka mengubah apa yang terdapat dalam diri mereka”.
Kata nafs digunakan juga untuk menunjuk kepada "diri Tuhaan" (kalau istilah ini dapat diterima), seperti dalam firman-Nya dalam surat Al-An'am: 19.
ِ كَتَبَ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ
Artinya: Allah mewajibkan atas diri-Nya menganugerahkan rahmat.
Secara umum dapat dikatakan bahwa nafs dalam konteks pembicaraan tentang manusia, menunjuk kepada sisi dalam manusia yang berpotensi baik dan buruk.
Dalam pandangan Al-Quran, nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna untuk berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dari keburukan, dan karena itu sisi dalam manusia inilah yang oleh Al-Quran dianjurkan untuk diberi perhatian lebih besar.
وَنَفْسٍ وَمَاسَوَّاهَا . فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
Artinya: Demi nafs serta penyempurnaan ciptaan, Allah mengilhamkan kepadanya kefasikan dan ketakwann (QS Al-Syams [91]: 7-8).
Mengilhamkan berarti memberi potensi agar manusia melalui nafs dapat menangkap makna baik dan buruk, serta dapat mendorongnya untuk melakukan kebaikan dan keburukan.
Di sini antara lain terlihat perbedaan pengertian kata ini menurut Al-Quran dengan terminologi kaum sufi, yang oleh Al-Qusyairi dalam risalahnya dinyatakan bahwa, "Nafs dalam pengertian kaum sufi adalah sesuatu yang melahirkan sifat tercela dan perilaku buruk." Pengertian kaum sufi ini sama dengan penjelasan Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang antara lain, menjelaskan arti kata nafsu, sebagai "dorongan hati yang kuat untuk berbuat kurang baik".
Walaupun Al-Quran menegaskan bahwa nafs berpotensi positif dan negatif, namun diperoleh pula isyarat bahwa pada hakikatnya potensi positif manusia lebih kuat dari potensi negatifnya, hanya saja daya tarik keburukan lebih kuat dari daya tarik kebaikan. Karena itu manusia dituntut agar memelihara kesucian nafs, dan tidak mengotorinya,
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang menyucikannya dan merugilah orang-orang yang mengotorinya (QS Al-Syams 9-10)
Menurut pakar Al-Qu’an Muhammad Abduh_mengisyaratkan bahwa nafs pada hakikatnya lebih mudah melakukan hal-hal yang baik daripada melakukan kejahatan, dan pada gilirannya mengisyaratkan bahwa manusia pada dasarnya diciptakan Allah untuk melakukan kebaikan.[9]
Al-Quran juga mengisyaratkan keanekaragaman nafs serta peringkat-peringkatnya, secara eksplisit disebutkan tentang an-Nafs al-lawamah, ammarah, dan muthma’innah.
Di sisi lain ditemukan pula isyarat bahwa nafs merupakan wadah. Firman Allah dalam surat Al-Ra'd 11 yang dikutip di atas, mengisyaratkan bahwa nafs menampung paling tidak gagasan dan kemauan. Suatu kaum tidak dapat berubah keadaan lahiriahnya, sebelum mereka mengubah lebih dulu apa yang ada dalam wadah nafs-nya. Yang ada di sini antara lain adalah gagasan dan kemauan atau tekad untuk berubah. Gagasan yang benar, yang disertai dengan kemauan satu kelompok masyarakat, dapat mengubah keadaan masyarakat itu. Tetapi gagasan saja tanpa kemauan, atau kemauan saja tanpa gagasan tidak akan menghasilkan perubahan.
Apa yang ada dalam nafs dapat juga muncul dalam mimpi, yang oleh Al-Quran pada garis besarnya dibagi dalam dua bagian pokok. Pertamaa dinamainya ru'ya dan kedua dinamainya adhghatsu ahlam. Yang pertama dipahami sebagai gambaran atau simbol dari peristiwa yang telah, sedang, atau akan dialami memimpikannya. Yang kedua lahir dan keresahan atau perhatian manusia terhadap sesuatu dan hal-hal yang telah berada di bawah sadarnya. Dalam wadah nafs terdapat qalb.
3. Qalb
Kata qalb terambil dari akar kata yang bermakna membalik karena seringkali ia berbolak-balik, sekali senang sekali susah, sekali setuju dan sekali menolak. qa1b amat berpotensi untuk tidak konsisten. Al-Quran pun menggambarkan demikian,ada yang baik, ada pula sebaliknya. Berikut beberapa contoh.
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَن كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ.
Artinya: Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang memiliki kalbu, atau yang mencurahkan pendengaran lagi menjadi saksi (QS Qaf 37)
. وَجَعَلْنَا فِي قُلُوبِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ رَأْفَةً وَرَحْمَةً
Artinya: Kami jadikan dalam kalbu orang-orang yang mengikuti (Isa a.s ) kasih sayang dan rahmat (QS Al-Hadid 27).
سُنُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْب
Artinya: Kami akan mencampakkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut (QS Ali 'Imran 151).
حَبَّبَ إِلَيْكُمُ اْلإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ
Artinya: Dia (Allah) menjadikan kamu cinta kepada keimanan, dan menghiasinya indah dalam kalbumu (QS Al-Hujurat 7).
Dari ayat-ayat di atas terlihat bahwa kalbu adalah wadah dari pengajaran, kasih sayang, takut, dan keimanan. Dari isi kalbu yang dijelaskan oleh ayat-ayat di atas (demikian juga ayat-ayat lainnya), dapat ditarik kesimpulan bahwa memang menampung hal-hal yang disadari oleh pemiliknya. Ini merupakan salah satu perbedaan antara kalbu dan nafs.
Dalam alqur’an syurat al-Hajj ayat 46 juga disebutkan kata “qulub” yang merupakan jama’ dari “qolb”, pada ayat yang berbunyi فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَآ , qolb disitu berfungsi untuk memehami (memahami adzab yang diberikan oleh Allah kepada para mukadzdzibin/orang-orang yang mendustakan nabi mereka seperti yang dijelaskan pada ayat-ayat sebelumnyayaitu Adzab yang diberikan kepada kaum nabi Luth, kaum ‘Aad, Tsamud, dan lain-lain).
4.
Pendengaran
Dalam
al-Qur’an surat
an-Nahl 65 Allah berfirman:
إِنَّ
فِي ذَلِكَ لأَيَةً لِّقَوْمٍ يَسْمَعُونَ
Artinya: Sesungguhnya pada yang demikian
itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang mendengarkan (pelajaran).”
Kataa يَسْمَعُونَ di atas maksudnya adalah
mendengarkan pelajaran dari berbagai kekuasaan Allah, yang diperlihatkan kepada
manusia, antara lain Allah menurunkan hujan dari langit yang dengan air hujan
itu Allah menghidupkan bumi setelah matinya (menumbuhkan tanaman-tanaman yang
ada di Bumi sehingga Bumi terlihat subur).
Di
ayat lain Allah berfirman:
” وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ
وَاْلأَبْصَارَ وَاْلأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
dan
dia memberi kamu pendengaran, penglihatan
dan hati agar kamu bersyukur.
Jadi manusia harus menggunakan telinga atau pendengarannya untuk bersyukur
kepada Allah SWT dengan cara menggunakannya secara baik dan sesuai dengan
syari’at agama Islam untuk mendapatkan ridlo dari Allah sehingga dengan memanfaatkan
sebaikmungkin kita akan menjadi orang
yang beriman kepada Allah (la’alakum
tasykuruna ‘ala dzalika fat’minuna bihi)[10]
5.
Penglihatan
Dalam akhir surat
al-Baqoroh 50 ada kalimat َ وَأَنتُمْ تَنظُرُونَ
(dan kamu menyaksikan/melihat), kata yang berarti menyaksikan atau melihat itu
mempunyai arti melihat dengan mata kepala[11]. Sehingga dalam ayat itu tidak
ada makna konotasi di dalam kata melihat. Kata melihat di atas dikaitkan dengan
peristiwa ketika Allah menenggelamkan pengikut-pengikut Fir’aun dan juga
dibelahnya laut untuknya sebagai jalan untuk menyeberanginya.
Dalam
Surat an-Nahl 78 Allah berfirman:
” وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ
وَاْلأَبْصَارَ وَاْلأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
dan
dia memberi kamu pendengaran, penglihatan
dan hati agar kamu bersyukur.
Dari
ayat al-Qur’an di atas dapat diambil pelajaran bahwa manusia harus menggunakan penglihatannya untuk bersyukur kepada Allah SWT dengan cara
menggunakannya secara baik dan sesuai dengan syari’at agama Islam untuk
mendapatkan ridlo dari Allah sehingga
dengan memanfaatkan sebaikmungkin kita
akan menjadi orang yang beriman kepada Allah (la’alakum tasykuruna ‘ala dzalika fat’minuna bihi).
Wallahu a’lam bish-showab.
3.
Implememtasi terhadap Pendidikan
Bahwa dalam merumuskan kurikulum pendidikan haruslah menyangkut materi-materi yang dapat memgembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didiknya supaya potensi-potensi yang dimiliki itu bisa berfungsi secara maksimal dan dapat menghasilkan produk yang berkualitas.
Seseorang harus berusaha mengolah dan melatih potensi-potensi yang dimilikinya agar suatu saat dapat ditemukan bakat yang tersimpan di dalam potensi yang ia miliki itu.
Seorang pendidik harus mampu memahami potensi anak didiknya sehingga dia dappat menentukan cara yang terbaik yang digunakan untuk menyampaikan materi kepada ana didiknya.
4.
Kesimpulan
Potensi adalah kekuatan, kesanggupan, kemampuan kekuasaan, pengaruh, daya , kefungsian. Jadi, potensi manusia adalah adalah kekuatan, kesanggupan, kemampuan kekuasaan, pengaruh, daya , kefungsian yang dimiliki manusia yang merupakan anugerah yang diberiakn oleh Allah SWT untuk diimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Banyak sekali ayat-ayat al-Quran yang membahas potensi manusia antara lain Surat Al-Hajj 46, Surat an-Nahl 78, Suraat al-Isra’ 36, Suarat as-Sajdah 9, Surat Ali ‘Imran 191, Surat al-Mulk 23, Suarat al-Mu’minun 78 dan lai-lain.
Diantara potensi-potensi yang dimiliki manusia adalah: akal, nafs, qolb (af’idah), sam’(pendengaran), abshor (penglihatan).
Manusia harus memenfaatkan potensi-poyensi yang dimilikinya sebagai alat untuk mencari ridlo Allah SWT agar dapat memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Dunia pendidikan harus berusaha memberikan materii-materi yang dapat menunjang perkembangan potensi manusia menjadi lebih baik.
5. Penutup
Alhamdulillah, atas
berkat rahmat Allah SWT kami dapat menyelesaikaan makalah yang berjudul “Potensi
Manusia” ini. Kami yakin bahwasanya dalam penyusunan makalah ini masih
banyak kekarangannya. Oleh karena itu kami mohon kritik dan saran yang
membangun agar makalah ini bisa menjadi awal perubahan menuju yang lebih baik
lagi.
Daftar Pustaka
Al-Maraghi,
Ahmad Musthofa. Tafsir Al- Maraghi,
jilid 2, Mesir, Dar al-Fikr
An-Nisabury, Abi
al-Hasan Ali bin Ahmad al-Wahidi, Asbabun
Nuzul, Beirut ,
Dar al-Fikr. 1991.
.
Hamid,Farida,
Kamus Populer, Apollo, Surabaya , Tahun tidak
tercantum .
Jalilain,
Tafsir Al-Qur’an Al-Karim, Cahaya
Asia,
Shihab, M.
Quraish, WAWASAN AL-QURAN ( Tafsir
Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Ummat, Mizan, Bandung , 2005.
Shihab,
M. Quraish, TAFSIR AL-MISHBAH (pesan , kesan dan keserasian
Al-Qur’an), Lentera Hati,
Jakarta , 2002.
[1] Farida Hamid, Kamus Populer, Apollo, Surabaya , Tahun tidak tercantum.
[2]
M. Quraish Shihab, WAWASAN AL-QURAN (
Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Ummat),, Mizan, Bandung , 2005. hal. 283
[3] Ibid. hal 285
[4] Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, Jakarta , UI Press 1986.
Hal. 5.
[5] Abi al-Hasan Ali bin Ahmad
al-Wahidi an-Nisabury, Asbabun Nuzul,
Beirut , Dar
al-Fikr. 1991 M. hal. 92.
[6] Ahmad Musthofa Al-Maraghi. Tafsir Al- Maraghi, jilid 2, Mesir, Dar
al-Fikr. hal 160
[7] Harun nasution, Op.Cit., hal. 6.
[8] M. Quraish Shihab. Op. Cit. hal 286
[9] M. Quraish Shihab. Op. Cit. hal 287
[10] Jalilain, Tafsir Al-Quran Al-Karim, Cahaya Asia. hal 222
[11] M. Qurqaish shihab, TAFSIR AL-MISHBAH (pesan , kesan dan keserasian Al-Qur’an), Lentera Hati, Jakarta , 2002. hal 193
Tidak ada komentar:
Posting Komentar