MAKNA PENDIDIKAN ISLAM
Pagi itu sungguhlah indah. Suara kicauan burung pun tedengar bersiul-siul bersaut-sautan memuji keagungan Tuhan. Matahari pun telah bangun dari tidurnya, mengintip dari balik awan tipis di ufuk timur dengan wajah cerah yang mempesona. Udara pun menghembus dengan sepoi-sepoi seraya menggerak gerakkan rambut panjang yang terurai.
Pagi itu terlihat sosok Pak Salamun yang sedang duduk sambil mambaca koran di kursi kayu di teras rumahnya. Di depannya pun tak ketinggalan sebuah teko cantik yang berisi kopi panas kesukaannya. Beliau pun membaca koran dengan seksama. Tiba-tiba terdengar suara orang mengucapkan salam kepadanya.
“Assalamu ‘alaikum.....,” ternyata itu adalah suara Kang Soleman yang sedanag berjalan menghampirinya. “Oh,,,,,,,, kamu tho,,,, waalaikum salam,,, wr, wb,....” jawab pak Salamun sambil tersenyum. Kang Soleman memulai pembicaraan, “Apa kabar pak?”, pak Salamun pun menjawab “Kabar baik Kang, sampaean saking pundi tho?”. Kang Soleman menjawab sambil melirik kopi pak salamun “O,,,,,,,, I’am from market....”. “Memangnya ngapain kau ke pasar” tanya pak Salamun lagi. Kang Soleman pun mejawab dengan tenang “Biasa pak,,,, shoping-shoping..., lha panjenengan sedang apa Pak?”. “Oh,,, ini lho Man, lagi baca koran...” pak Salamun berkata sambil menunjukkan korannya. “Walah-walah... ternyata tambah rajin pak Salamun ini, nggak kayak dulu-dulu” kang soleman mengejeknya sambil sedikit tersenyum. Pak salamun pun merespon dengan nada agak tinggi “Eh Man , jangan ngejek kau ini..!”. Soleman malah semakin bercanda “Ah, panjenengan ini kayak nggak tau kebiasaanku saja, kan dari dulu aku memang suka mengejek orang, tapi jarang yang sakit hati lho pak, Hahahaha”.
“Man, sini lho, duduk santai bareng Aku. Dari tadi kau kok berdiri terus...” pak Salamun mempersilahkan soleman duduk. Kang Soleman menjawabnya “Oke pak, kirain tadi panjenengan lupa mempersilshkan aku duduk”. Pak Salamun menyambung pembicaraan sambil menuangkan kopi ke dalam sebuah cangkir “Ya nggak lah, Man. masa’ Aku lupa,,, nih aku tuangkan kopi untukmu”. Soleman langsung berterimakasih pada Beliau, “Matur nuwun pak,,, seruputttt,,,, ah,,,,,,,”. “Man, enak kan kopinya?” tanya pak Salamun. “Enak apanya pak, lha wong pahit kok, pnjenengan lupa ngasih gula tadi ya?” jawab Soleman. “Hahahahaha” keduanya pun tertawa bersama-sama”.
Jati diri anak bangsa yang telah pudar
Kang soleman lantas menanyakan sesuatu pada pak Salamun lagi “Pak, yang anda baca itu berita tentang apa sih?”. Pak salamun pun menjawab “Ini lho Man, lagi baca tentang kenakalan remaja zaman sekarang, terutama anak sekolah dan mahasiswa. Kelakuannya sekarang sudah banyak yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Ada perkelahian, NARKOBA, free seks, pencurian dan lain-lain. Yang menambah saya semakin sedih itu ternyata pelakunya bukan hanya pelajar yang sekolah di sekolah umum, tetapi pelajar di sekolah yang berbasis Islam pun banyak”. Kang Soleman menanggapi “Astaghfirulllah,,, padahal di sekolah-sekolah yang berbasis Islam itu banyak diajarkan pendidikan agama, ada fikih, al-Qur’an hadis, aqidah, akhlaq, tauhid dan lain-lain,,,”. “Kok bisa seperti ini ya… padahal semakin lama biaya yang dialokasikan untuk pendidikan itu semakin tinggi, tetapi kualitas out put dan out come-nya kok terkesan semakin rendah dalam aspek moral dan agama…, yang terpelajar saja banyak yang begitu, apalagi yang tidak ya.... kalau begini terus, maka takkan lama lagi negri ini yang terkenal dengan budaya ketimurannya akan tinggal sejarah saja, Man..” ujar pak Salamun.
Seiring dengan suara ayam yang berkokok di pinggir rumah pak Salamun, tiba-tiba terdengar suara seorang anak muda memanggil kang Soleman, ternyata dia adalah Bejo, anak bu Sulastri yang kuliah di PTAI ternama di daerahnya. Tanpa banyak pikir Bejo menghampiri pak Salamun dan kang Soleman yang sedang asyik ngobrol di kursi teras rumah itu. Bejo pun bertanya “Pak Dhe, lagi ngobrolin apa sih? Kok kelihatannya serius amat”. pak Salamun menjelaskan bahwa mereka sedang membicarakan tentang para pelajar di sekolah berbasis Islam tetapi kelakuannya tidak mencerminkan ke-Islamannya. Bejo pun agak bingung dan berkata “Waduh-waduh,,, kalau begini masalahnya saya juga kurang tahu pak Dhe, bisa juga karena dia belum tahu tujuan dia sekolah sehingga dia tidak mampu memetik hikmah dan manfaat dari ilmu- yang dimilikinya. Jadi, seorang siswa itu harus tahu untuk apa dia mengenyam pendidikan Islam, lebih-lebih kalau dia sudah bisa berfikir dewasa.”
Kang Salamun punya ide “Kalau begitu, kita harus berfikir mendalam tentang hal ini, terutama tentang pendidikan Islam, biar kita tahu kenapa bisa begitu”. Pak Salamun berkata pada Bejo “ Hei Jo, kau ini kan mahasiwa, pastinya kau yang lebih tahu tentang hal ini, betul kan....”. Kang Soleman membenarkan perkataan pak Salamun “Bejo itu bukan Mahasiwa pak, tapi dia itu Mahasiswa, kalau mahasiswa itu “S”-nya satu, tapi kalau Mahasiswa itu “S”-nya dua”. Bejo pun malah bercanda “Berarti kalau “S”-nya dua tambah dingin dong Pak Dhe?”. “hahahahaha” mereka tetawa bersama-sama seolah sdang menonton pelawak internasional yang sedang unjuk gigi.
Benang kusut yang harus di urai
Bejo pun bertanya pada pak Salamun “Memangnya ada apa dengan diriku ini pak Dhe?”. pak Salamun menjawab “begini lho, kebetulan ada kamu, mahasiswa di PTAI, kita ni pengen tahu tentang kaitannya dengan obrolan kami tadi, jadi Apa sich hakeket dari Pendidikan Islam itu?”. Kang Soleman langsung menambahi “Bukan hanya itu…, tapi kita juga harus tahu, apa sich tujuan pendidikan Islam itu?, kok anak yang sekolah di sekolah yang berbasis Islam itu banyak yang ikut terjerat kepada perbuatan yang dilarang agama Islam. jadi nantinya kita bisa tahu siapa yang salah, system pendidikannya, materinya, ataukah pelajarnya yang tidak mau mengamalkan pendidikan itu”. Bejo pun menanggapinya “Wah pak Dhe ini udah tua tapi kok pemikirannya mirip Mahasiswa saja”. pak Salamun langsung berkata sambil menatap wajah Bejo “Eh, Jo, jangn gitu kau ini,,, memang benar aku ini sudah tua, tetapi juga pernah muda,,, lha kamu, masih muda belum tentu nanti bisa tua,,,”. “hahahahaha” ketiganya pun kembali tertawa lagi bagaikan melihat monyet berkacamata.
“Jo, dari tadi kau ini kok berdiri terus, sit down pleace,,,, and drink this coffee.” pak Salamun menyuruh Bejo duduk bersamanya sambil menuangkan kopi ke dalam cangkir mungil di meja itu. Bejo menjawabnya “Atur nuhun Pak Dhe,,,”. “Seruput....... ah,,,,” mereka pun minum kopi itu bersama-sama.
Jati diri pendidikan Islam dan kesucian tujuan yang diimpikan
Dengan wajah santainya, terlihat tangan Bejo mengeluarkan buku dari dalam tasnya. Buku itu berjudul Pendidikan Agama Islam. Setelah itu Bejo membuka buku itu dan mencermati halaman demi halaman dalam buku itu. Tak disangka dan tak diduga tiba-tiba Bejo berkata “Nah, ini dia, ketemu pak Dhe...” dengan nada tinggi dan menjadikan kang Soleman dan pak Salamun kaget setengah mati. pak Salamun mengelus-elus dadanya sementara kang soleman masih terdiam menunggu Bejo menjelaskan apa yang dilihatnya dalam buku itu.
“Begini pak Dhe, di buku ini ditulis bahwa hakikat pendidikan Islam itu adalah proses mebimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak didik agar menjadi manusia dewasa sesuai dengan tujuan pendiddikan Islam.[1]”. Pak Salamun bertanya lagi “terus apa cuma itu saja, Jo?”. Bejo mencari jawaban lagi di dalam buku itu, dan bejo menjwabnya “Ada juga yang mengatakan bahwa hakikat pendidikan Islam itu adalah adalah proses perubahan menuju ke arah positif.[2] Kang soleman bertanya “Lha yang dimaksud positif itu gimana Jo?”. Tanpa berfikir panjang, Bejo langsung menjelaskan bahwa yang dimaksud positif adalah sesuai dengan jalan Tuhan yang sudah dilaksanakan di zaman nabi Muhammad SAW atau sesuai dengan ajaran Islam.
Pak Salamun bertanya lagi seolah dia sangat penasaran “Ada yang berpendapat lagi nggak Jo?”. Bejo malah tidak langsung menjawab pertenyaan itu, tapi dia berkata “Eitzzzzz, bentar dulu pak Dhe,,, aku minum kopinya dulu ya,,,,,, seruput,,,,,, ah,,,,,, seger,,,,,,”.
Kang Soleman memberi semangat kepada bejo “Ayo Jo... lanjutkan..”. Bejo menjawab sambil mencermati isi buku itu. Tak lama kemudian Bejo mengeluarkan untaian kata dari lisannya yang berbau kopi itu “Begini, di sini juga di jelaskan bahwa pendidikan Islam itu Hakikatnya adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum dan ajaran-ajaran Islam menuju kepribadian utama menururt Islam[3].”
Pak Salamun tiba-tiba mengeluarkan kalimat yang baru saja bersarang dalam fikirannya “Owalah, kados mekaten tho,,,,, jadi bila kita simpulkan hakikat pendidikan Islam itu adalah proses membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan manusia dari segi jasmani maupun rohani ke arah yang positif sesuai dengan ajaran Islam sehingga mewujudkann manusia-manusia yang berakhlaq mulia dan bahagia dunia akhirat. Jadi, seorang pendidik itu seharusnya benar-benar mendidik, tidak hanya mengajari toerinya saja, tetapi juga harus mengajari prakteknya juga. Selain itu dia juga harus bisa menjadi suri tauladan yang baik bagi anak didiknya. Kalau dirinya sendiri tidak bisa dijadikan contoh baik oleh muridnya, mana mungkin muridnya akan menjadi baik juga.”
“Kalau menurut kau, gimana Jo?” pak Salamun meminta pendapat dari Bejo. Bejo dengan santainya menjawap pertanyaan itu “Menurut saya, tumben pak Salamun kok otaknya cukup encer pagi ini”. Ketiganya pun tertawa lagi “hahahahaha...”, Otak yang tadinya memanas kini telah menjdi fress lagi. Kang Soleman menambah pertanyaan lagi kepada Bejo “tau nggak Jo, kenapa otak beliau jadi encer?,,,, sebenernya itu ada rahasaianya...”. Bejo penasaran dan bertanya “Apa rahasianya pak Dhe?”. Kang soleman menjawab “Ini lho Jo,,,,, gara-gara kopi yang diminum lupa tidak dikasih gula,,,”. ketiga orang itu semakin keras tertawanya,,,,
Pak Salamun memulai pembicaraan lagi “Eh, kalian, masih ada 1 masalah yang belum kita pecahkan”. Kang salamun menyambung “Oh iya, tujuan pendidikan Islamnya kan belum kau jelaskan Jo,,,, biar kita semua menjadi tahu.” Bejo lalu menjawab “Tenang saja Pak Dhe, selama masih ada aku, maka……” (Bejo terdian sejenak, membuat kang Soleman dan pak Salamun ikut terdiam) karena tidak sabar, kang Soleman pun bertanya “Maka, maka apa Jo...?”, Bejo menjawabnya “Mmmmmmakaaa..... kopinya dijamin akan habis pak Dhe....”. pak Salamun menggerutu “Dasar kau ini Jo,,, Jo,,, bikin orang penasaran saja. Untung aku nggak punya penyakit jantung Jo,,,,, Bejo,,,,,”. Bejo akhirnya meminta maaf, “I’m very sorry Pak dhe..”.
Bejo melanjutkan keseriusannya, “Gini pak Dhe, mengenai tujuan pendidikan ini, Naquib al-Attas berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam itu adalah membentuk insan kamil atau manusia sempurna.[4] Kalau menurut al-Abrasy tujuan pendidikan Islam itu adalah untuk membentuk Akhlaq mulia dan persiapan menghadapi kehidupan dunia akhirat.[5]
Kang Soleman tiba-tiba nyeletus “Oh,,, akhlak Mulia tho,,, kayaknya aku pernah mendengar bahasa arabnya dipidatonya kiyai Tawakal kemarin malam, kalau nggak salah itu “Karimal-aklak-aklak”, gitu kan Jo?”. kali ini yang menjawab malah pak Salamun “Bukan “Karimal-aklak-aklak” tetapi Makarimal akhlaq”. Bejo berusaha memperjelas apa yang diakatakan pak salamun “Oh,, yang itu, yang lengkap begini: Innama bu’itstu li utammima makarimal akhlaq,,, itu adalah hadis nabi Muhammad yang ada kaitannya dengan pendidikan Islam. Bahwa intinya nabi Muhammad itu diutus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Oleh karena itu, hanya dengan pendidikan Islam lah manusia bisa memiliki akhlaq mulia, karena sumber utama pendidikan Islam itu adalah dari Allah SWT.”
“Owalah..... pinter tenan kowe Jo...., andai aku punya anak perempuan, bakal tak jadiin menantu kau ini” ucap pak Salamun karena salut pada Bejo. Bejo pun merendah “Tidak ah pak Dhe, tadi itu saya cuma kebetulan saja pas ingat, kalau nggak ingat mana mungkin saya bisa pak Dhe...”.
“Jo, ada yang berpendapat lagi nggak?” tanya kang Soleman dengan antusias. Bejo pun langsung mencari jawabannya di buku itu. Setelah lampiran demi lampiran dicermatinya, ditemukanlah sebuah jawaban lagi dan Bejo langsung membacanya “Di sini dikatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membentuk kepribadian muslim yang sempurna[6].” “Lha yang di maksud sempurna itu apa Jo? Apa kayak rokok sampoerna itu Jo?” tanya kang Soleman lagi. Bejo dengan ramah menjawab pertanyaan itu “Nggeh mboten ngoten tho pak Dhe... yang dimaksud dengan “sempurna” disini adalah pribadi yang menggambarkan terwujudnya keseluruhan esensi manusia secara kodrati, yaitu sebagai makhluk individual, makhluk sosial, bermoral, dan bertuhan.
“Wah... begitu ternyata ya Jo...” ucap pak Salamun sambil mengangguk-angguk. Kang Soleman pun tak mau tinggal diam, lalu dia berkata “Makasih ya Jo... sekarang aku udah tau...”. “Tau apa?” tanya si Bejo. Kang Soleman pun menjawab “Ya tau tentang tujuan pendidikan Islam, masa tau,,,,siah jo...., kalau tausiah itu mah udah tugasnya pak kiyai Tawakal”. Kang Soleman terdiam sejenak dan melanjutkan pembicaraannya “Dari semua yang kau jelaskan tentang tujuan pendidikan Islam itu menurutku kesimpulannya adalah bahwa tujuan pendidikan Islam itu membimbing dan membentuk orang Islam agar bisa menjadi hamba Allah SWT yang beriman dan bertaqwa serta berakhlaqul karimah, mulai dari fikiran, perkataan dan perbuatan guna mencari ridlo Allah SWT sehingga menjadi manusia yang bahagia dunia dan akhirat”.
“Wah, kesambet dari mana kau ini Man...? kok tiba-tiba jadi pinter...” tanya pak Salamun bercanda. Kan Soleman juga ikut bercanda “Mungkin gara-gara minum kopi ini pak, walaupun nggak di kasih gula”, “Kan malah enak pak Dhe, jauh dari diabetes” sambung bejo nyeloteh.
Pak salamun memulai pembicaraan lagi, “Aku kok jadi ingat pengajian tadi malam ya...”. “Pasti gara-gara sandal pak Dhe ketuker sama sandal orang lain kan?”. Ucap bejo. “Bukan begitu Jo, tapi tadi malam tu pak kiyai Tawakal itu bilang begini:
Tauhid itu mewajibkan keimanan,maka orang yang tak punya keimanan berarti ia tak punya tauhid.
Keimanan itu mewajibkan syariat, maka orang yang tidak bersyariat berarti ia tidak beriman dan tidak bertauhid.
Syariat itu mewajibkan adab, maka orang yang tidak beradab maka ia tidak bersyariat, tidak beriman dan tidak bertauhid juga.[7]
“Subhanallah...” ucap si Bejo. Pak salamun melanjutkan lagi “Kalau di hubungkan dengan pembahasan kita itu begini, tadi sudah dijelaskan bahwa tujuan pendidikan Islam antara lain adalah tewujudnya manusia yang berakhlaq mulia, disini akhlaq mulia itu bisa kita maknai sebagai adab. Jadi kita akan mampu melihat sebuah keberhasilan dalam pendidikan Islam itu jika para peserta didik mampu menerapkan nilai-nilai yang sesuai dengan ajaran Islam yang identik dengan akhlaqul karimah, dan akhlaqul karimah itu merupakan puncak kesuksesan pendidikan Islam dalam menggapai tujuannya”.
“Betul juga ya pak Dhe..” ucap bejo sambil mengacungkan 2 jempolnya. “Kemarin di kampus juga saya mendengar dosen saya bilang bgini: akrimuu auladakum wa ahsinuu adabahum[8]”. “Muliakanlah anak-anakmu dan baguskanlah adabnya”.
Di dalam hati ketiga orang itu pun merunungkan “Jadi pendidikan Islam itu harus diberikan kepada anak sedini mungkin, agar anak memiliki fondasi yang kokoh karena dibangun sejak kecil. Sehingga nanti ketika sudah besar dia bisa ngerti, ngeroso lan ngelakoni.[9] Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Prof H Muh. Arifin dalam bukunya bahwa bahwa tujuan pendidikan Islam itu adalah menjadikan manusiamampu memahami, mengerti dan mengamalkan ajaran islam sesuai dengan iman dan aqidah Islamnya.[10]
Sambil duduk di kursi itu pak salamun kipas-kipas dengan kipas yang terbuat dari bambu. Beliau pun lantas berucap “ternyata enak ya diskusi kayak gini”. Kang Soleman menyambung perkataan itu “enak sih enak kalau kopinya manis, lha wong kopinya pahit kok....”. “hahahahaha” ketiganya pun yertawa bersama-sama.
Bejo kemudian menutup bukunya, di sampul buku itu bertuliskan “Jadikanlan ilmumu seperti garam, dan jadikanlah adabmu seperti tepung”.
“Eh Jo... bukumu kok ada tulisannya aneh gitu, jelasin maknanya dong...” pinta kang Soleman pada bejo. “Kalau yang ini kapan-kapan saja aku jelasin ya... sebab ibuku sudah SMS nyuruh aku pulang sekarang”. Bejo pun lantas berpamitan. “Kalau tadi penjelasanku ada yang salah, maafkan diriku ya pak Dhe… dan bila pak Dhe ingin memberi masukan, nanti SMS aku saja ya….. terimakasih atas kopinya… Assalamu alaikum...”.
“Waalaikum salam, Jo...”. Tiba-tiba, terdengar suara wanita setengah baya memanggil-manggil. “Mas Soleman... Mas Soleman... Mas Soleman............! cepat pulang......, sapi kita kabur dari kandangnya.......”. ternyata itu adalah ibu Sumarni, isteri kang Soleman yang sedang panik. Soleman pun kaget setengah mati dan dia langsung berlari pulang dan lupa berpamitan pada pak salamun.
Bersambung...................
Daftar pustaka
Arifin, M. Ilmu pendidiikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2003.
Asy’ari, Hasyim. Adabul alim wal muta’allim. Jombang.
Roqib, Muh. Ilmu Pendidikan Islam, Lkis, Yogyakarta, 2009.
Umar, Muhammad. Tankihu Qoulil Hatsits. Pustaka Alawiyah, semarang, tahun tidak diketahui.
Said, Nur. disampaikan pada Kuliah Malam Mawaddah Center. 08 Februari 2012.
[1] Arifin, M. Ilmu pendidiikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2003. Hal 11.
[2] Roqib, Muh. Ilmu Pendidikan Islam, Lkis, Yogyakarta, 2009. Hal 18.
[3] Ibid. Hal 30.
[4] Ibid. Hal 27.
[5] ibid. hal 28
[6] Ibid. hal. 30
[8] Muhammad Umar an-Nawawy al-Bantany. Tankihu qoulil hatsits. Pustaka Alawiyah, Semarang, tahun tidak diketahui. Hal 51.
[10]Arifin, M. Ilmu pendidiikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 2003. Hal 11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar